...
Wakaf di Tengah Pandemi

WAKAF MANDIRI - Pandemi virus Corona (Covid-19) telah melanda dunia, sejak dua tahun terakhir ini, hingga sekarang. Pandemi Covid-19 ini menjadi momentum untuk bekerja sama, bergotong royong dan solidaritas sosial, seperti melalui sedekah dan wakaf.

Dalam konteks ini, Islam adalah agama yang komprehensif (syumul), tidak hanya mengatur ibadah yang lebih berdimensi individual. Seperti shalat, puasa dan haji, tetapi lebih dari itu, mengatur ibadah yang lebih berdimensi sosial, yaitu filantropi, berupa zakat, sedekah, infak, bahkan wakaf. Ibadah  sosial ini dimaksudkan tentu untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia.

Ajaran wakaf telah diisyaratkan secara garis besar dalam Al-Quran. Yakni, ”Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidaklah kamu mengerti?” (QS. Al-Baqarah: 44).

”Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 224).      

”Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran: 92).   

Terdapat hadits khusus mengenai anjuran wakaf ini, Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga macam: shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).   

Hadits ini berisi tentang tiga amal manusia yang tidak akan terputus, yaitu sedekah jariah, yang dimaknai sebagai wakaf. Ilmu yang bermanfaat, yakni mengajar (ta‘lim) dan mengarang tulisan (tashnif), yang kedua ini lebih kuat karena lebih langgeng dan anak saleh yang mendoakan ampunan (maghfirah).

Jelas Islam mensyariatkan lembaga wakaf untuk kemaslahatan umat manusia. Akan tetapi, di tanah air, wakaf masih dipandang sebagai ibadah yang identik dengan 3 M (makam, masjid dan madrasah). Padahal potensi wakaf di Indonesia sangat besar untuk pemerataan ekonomi. Pandangan tersebut akibat minimnya literasi atau bacaan kita terkait wakaf. Untuk itu, tema-tema wakaf, khususnya wakaf uang dalam tinjauan hukum agama dan peraturan perundang-undangan, perlu disampaikan dalam kegiatan keagamaan.

Kita patut bersyukur, telah mempunyai peraturan perundang-undangan khusus mengenai wakaf, yaitu UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP No. 42 Tahun 2006. Undang-undang ini memerinci wakaf ada dua macam. Yakni wakaf benda bergerak dan wakaf benda tidak bergerak. Wakaf benda bergerak mencakup wakaf uang (wakaf tunai), logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang ini juga mengatur pengelolaan wakaf secara produktif untuk memajukan kesejahteraan umum. Sungguhpun demikian, pengelolaan wakaf uang tidak mudah, risikonya cukup tinggi. Maka, pengelolaan dan pengembangan wakaf uang harus dilakukan oleh nazhir (pengelola) yang profesional. Jadi, marilah kita gerakkan Wakaf Uang untuk kesejahteraan bangsa, terutama di saat pandemi ini, semoga segera berakhir.