WAKAF MANDIRI - Di zaman ini, kehidupan manusia hampir tidak pernah lepas dari sosial media (sosmed). Hidup tanpa sosmed di dunia yang canggih ini, bagaikan makan sayur tanpa garam. Keakraban dengan sosmed inilah yang mendorong seseorang selalu memperbarui status di akun yang mereka punya, untuk setiap keadaan dan peristiwa yang dialami, dibagikannya pada orang seluruh dunia melalui sosmed.
Ketahuilah, bahwa ketenaran sosmed di saat sekarang, telah dikabarkan oleh hamba Allah, yaitu Rasulullah SAW. Beliau mengabarkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad, bahwasanya diantara tanda-tanda dekatnya kiamat adalah dzuhurul qalam (tersebarnya pena/tulisan). Ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pena tersebut adalah tersebarnya tulisan-tulisan di media komunikasi (sosmed) secara masif.
Perkataan Rasul sekitar 15 abad yang lalu telah terbukti, dimana sosmed kini menjamur dan menghabitat pada sebagian besar penduduk dunia. Maka sepantasnya bagi setiap muslim yang mau berpikir dan merenungkan faidah dari hadist tersebut, akan merasakan bertambahnya keimanan dalam dadanya.
Ketika Rasul SAW mengabarkan tentang sosmed dan itu terbukti di zaman ini, maka benar pula sabda Beliau mengenai adanya siksa kubur, adanya fitnah kubur, adanya pertanyaan kubur, adanya hari kebangkitan dan adanya hari pembalasan. Maka semua itu akan terjadi, karena setiap ucapan Beliau SAW adalah wahyu.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat tidak pula keliru, dan tidaklah yang ia ucapkan itu menurut hawa nafsunya, ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan padanya.” (QS. An Najm: 1-4)
Oleh karena itu, sudah semestinya dengan keberadaan sosmed ini kita menjadi lebih beriman dan taat pada Allah dan RasulNya. Karena setiap yang dikabarkan oleh Allah dan RasulNya adalah benar dan pasti terjadi.
Sosmed merupakan media yang dapat membuat kita mendapat siksa atau nikmat kubur. Sosmed pulalah yang yang menjadi wasilah/media untuk memasukkan kita ke neraka atau ke surga, ia bagaikan pedang bermata dua.
Barangsiapa tak pandai mengambil manfaatnya, pastilah ia akan terbunuh karenanya. Maka dari itu, seorang muslim yang di zaman ini tidak pernah bisa lepas dengan sosmed, harus mengetahui adab-adab dalam menggunakan sosmed. Yakni,
Tidak ada yang melarang penggunaan sosmed, namun kita harus menjaga diri agar tidak terjerumus terlalu dalam ke dalam kelalaian memanfaatkan waktu.
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa ada seorang sahabat, yang bernama Abu Darda’radhiyallahu ‘anhu yang selalu berpuasa di siang hari, dan selalu qiyamul lail dari ba’da isya’ hingga menjelang subuh, kabar ini sampai pada Rasul SAW, maka Beliau menasihatinya,
“Sesungguhnya bagi dirimu, keluargamu dan tubuhmu ada hak atasmu yang harus engkau penuhi, maka berikanlah masing-masing pemilik hak itu haknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Barzah Al-Aslami, Rasul SAW bersabda, “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417)
Tak mengapa kita mempunyai beberapa grup dalam suatu akun sosmed, asalkan kita pastikan ada manfaatnya. Namun jika grup-grup tersebut hanya berisi komen-komen tertawa, emoticon, dan jempol belaka, atau bahkan cenderung hal-hal haram lain, maka delete segera grup tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , dia berkata, “Rasululah SAW bersabda, ‘Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya’.” (HR. at-Tirmidzi).
Allah SWT berfirman, “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Kontrol jari kita agar tidak terlalu mudah memposting, berkomentar, copy-paste, dan menshare. Dan diam adalah salah satu cara terampuh untuk mengontrolnya. Karena jari di dunia sosmed bagaikan lisan di dunia nyata.
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim yang baik adalah yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang yang benar-benar berhijrah adalah yang meninggalkan segala perkara yang dilarang Allah.” (HR. Bukhari).
Jika tujuan menggunakan sosmed adalah untuk menebar faidah dan berdakwah, maka penggunaan sosmed yang semacam ini akan berpahala.
Namun, jika penggunaan sosmed hanya untuk ikut-ikutan, rame-ramean tanpa ada unsur taqarrub (mendekatkan diri pada Allah), tanpa ada amal saleh, maka celakalah kita, karena semua itu kelak akan memperpanjang waktu hisab kita.
Mari kita gunakan segala kemampuan yang kita miliki untuk berbuat kebaikan semaksimal mungkin. Karena Allah memudahkan hambaNya beramal sebagaimana Allah mengaruniakan rezeki pada hambaNya, dengan cara yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk selalu mengoreksi niat kita, karena Allah atau tidak. Karena setiap perbuatan itu tergantung dari niatnya. Jika niat kita ikhlas, maka sosmed akan menjadi lumbung pahala buat kita. Namun jika niat kita salah, maka bersiaplah dengan hisabNya.
Hak berbicara itu ada, ketika kita telah memenuhi 3 syarat yang ulama sampaikan. Yaitu,
Allah SWT berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hambaKu, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang paling baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Israa’: 53)
Karena di sosmed kita tidak dapat memberikan intonasi bicara, ekspresi kita pun terbatas. Tidak setiap ekspresi tergambarkan oleh emoticon dalam sosmed. Sehingga hal ini sangat rawan terjadi perselisihan dan salah paham.
Ketika kita akan membicarakan hal yang sensitif, lebih baik gunakan komunikasi langsung, dan seandainya terpaksa menggunakan sosmed, maka sampaikan dengan adab yang benar dan perkataan terbaik.
Ingat, walaupun articles tersebut benar, ketika disampaikan pada kondisi yang salah maka akan memperburuk keadaan.
Rasul SAW bersabda, “Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang ia dengar.” (HR. Muslim).
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu, Rasul SAW bersabda mengenai definisi ghibah dan dusta, atau fitnah. Beliau SAW menjelaskan bahwa ghibah adalah menceritakan keburukan saudaramu, meskipun keburukan itu memang benar adanya. Sedangkan dusta adalah menceritakan keburukan yang tidak ada pada saudaramu. Maka perhatikan lisan kita, karena bahaya ghibah ini luar biasa.