...
Sejarah Munculnya Air Zamzam

WAKAF MANDIRI - Sumur Zamzam berjarak sekitar 21 meter dari Kabah. Makkah merupakan kota yang sarat dengan ikon-ikon sakral umat Islam. Mulai dari Kabah yang menjadi kiblat Muslim seluruh dunia, Hajar Aswad yang diyakini diturunkan dari surga, Hijr Ismail yang dipercayai sebagai tempat dikabulkannya doa-doa, sampai sumur Zamzam yang sumbernya tak pernah kering sejak awal kemunculannya.

Berkaitan dengan sumur Zamzam, mata air ini memiliki kisah sejarahnya sendiri. Sebagai satu-satunya sumber air di padang tandus, Zamzam menjadi titik kumpul sejumlah suku, hingga tercipta sebuah peradaban yang makmur. Selebihnya, Zamzam adalah air istimewa, karena beberapa keutamaannya sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran dan hadits.

Munculnya Mata Air Zamzam.

Semua dimulai, ketika Nabi Ibrahim menerima mandat dari Allah SWT untuk mengasingkan istri tercintanya, Hajar dan sang bayi yang amat ia sayangi, Ismail. Berbekal tekad yang kuat, ketiganya bertolak dari Palestina menuju Kabah, menembus padang pasir dan teriknya matahari yang begitu menyengat.

Sejak keberangkatannya dari Palestina, Ibrahim tidak memarticleshu Hajar tujuan perjalanannya, dan Hajar pun tidak bertanya ada hajat apa. Sang suami hanya tahu bahwa itu mandat dari Allah. Sementara sang istri hanya memahami, bahwa itu perintah suami yang harus ditaati, tanpa protes sepatah kata pun.

Setibanya di Makkah, tepat di dekat sebatang pohon besar dan di atas titik yang saat ini menjadi lokasi sumur Zamzam, Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya seorang diri. Tidak ada siapa-siapa di sana. Betul-betul sepi dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ibrahim hanya membekali mereka beberapa biji kurma dan air secukupnya.

Setelah berhasil menguatkan diri, Ibrahim bertolak untuk pulang dan tak sedikit pun menoleh ke arah Hajar. “Hai Ibrahim, hendak ke mana engkau? Akan kah kau tinggalkan kami berdua di lembah tak berpenghuni dan sunyi ini?” kata Hajar heran sambil mengejar suaminya. Ibrahim hanya diam dan terus melangkah. Hingga berkali-kali Hajar bertanya, namun tak juga ada respons, ia pun berkata, “Apakah Allah yang memerintahkanmu?” “Betul,” jawab Ibrahim singkat. “Baiklah. Kalau begitu, Allah tidak mungkin membuat kami sengsara,” timpal Hajar meneguhkan. Hajar pun kembali ke tempat semula. Sesampainya di tikungan, Ibrahim menoleh ke tempat ia meninggalkan istri dan anaknya dan berdoa agar kedua orang yang ia sayangi itu selalu berada dalam ketakwaan, tetap dijaga oleh Allah, dan diberi kecukupan rezeki.” (QS. Ibrahim: 37).

 

Hajar mulai lapar dan haus hingga tidak lama berselang bekal yang dititipi Ibrahim habis. Air susunya juga sudah kering, hingga Ismail kecil mulai menangis. Dirinya mulai panik dan menaiki Bukit Shafa untuk melihat ke lembah, barangkali menemukan orang yang bisa ia mintai tolong. 

Hajar pun lari ke Bukit Marwah untuk melihat lagi ke lembahnya, berharap ada yang bisa dimintai bantuan. Namun tetap saja kosong. Ia melakukannya sebanyak tujuh kali. Kelak napak tilas Hajar ini menjadi rukun haji yang dinamakan Sa’i. 

Singkat kisah, Hajar mendengar seperti ada suara gemercik air. Semula ia mengira itu halusinasi belaka, hingga kemudian melihat ke sumber suara, dan ternyata ada sosok malaikat mengorek sesuatu dengan sayapnya di samping Ismail, hingga keluarlah air.

Hajar pun menghampiri sumber air itu dan mengumpulkannya, “Zammî Zammî! (berkumpullah-berkumpullah!),” terikatnya kegirangan. Sejak saat itu sumber air tersebut dinamakan Zamzam. (Ibnu Katsir)