...
Sebaik-baiknya Harta, Adalah Yang Bermanfaat Untuk Umat

WAKAF MANDIRI - Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ali dari Bapaknya ia berkata, saya mendengar Amru bin Ash berkata, “Rasulullah SAW mengutus seseorang kepadaku agar mengatakan, “Bawalah pakaian dan senjatamu, kemudian temuilah aku.” Maka aku pun datang menemui beliau, sementara beliau sedang berwudlu. Beliau kemudian memandangiku dengan serius dan mengangguk-anggukkan (kepalanya). Beliau lalu bersabda, “Aku ingin mengutusmu berperang bersama sepasukan prajurit. Semoga Allah menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan aku berharap engkau mendapat harta yang baik.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk Islam lantaran ingin mendapatkan harta, akan tetapi saya memeluk Islam karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap bisa bersama Rasulullah SAW.” Maka beliau bersabda, “Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shaleh.” (HR. Ahmad)

Berikut beberapa faedah dari hadits tersebut. Yakni,

1. Yang dimaksud orang yang shaleh adalah orang yang memperhatikan dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama.

2. Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat, salah satunya berwakaf. Ini tentu saja yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang shaleh, yang mengerti kedua maslahat ini.

Maka tepatlah maksud di atas, bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang shaleh. Oleh karena itu, bagi kita yang punya kewajiban zakat, wakaf atau gemar berinfak, pandai-pandailah untuk memilih tempat yang baik untuk menyalurkan harta tersebut, contohnya bisa menyalurkan wakafnya ke WAKAF MANDIRI. Sungguh tidak tepat jika harta tersebut disalurkan pada peminta-minta di jalan yang kesehariannya meninggalkan shalat. Yang ini tentu saja jauh dari keshalehan.

3. Harta yang tidak digunakan di jalan kebaikan dan melupakan kewajiban. Harta seperti ini bisa jadi hilang barokah dan kebaikan di dalamnya.

Nabi SAW bersabda, “Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, harta tersebut sudah sepantasnya disalurkan pada hal-hal yang wajib, mulai dari menafkahi keluarga serta menunaikan zakat, jika telah mencapai nishob dan haul. Atau juga dengan berwakaf. Setelah itu, barulah disalurkan pada hal-hal lain yang bermanfaat.

4. Hadits ini merupakan pertanda bolehnya seseorang mengumpulkan harta yang halal yang nantinya akan ia gunakan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya.

5. Tidak apa-apa seseorang itu kaya, asalkan bertakwa dan memiliki sifat qona’ah.

Nabi SAW bersabda, “Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)

Oleh karena itu kaya harta tidaklah tercela. Namun yang tercela adalah, tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)