WAKAF MANDIRI - Ada perumpamaan lama. Misalkan, kita sedang berada di dalam sebuah ruangan gelap. Kemudian, tiba-tiba ada seseorang memukul dengan gulungan koran. Kira-kira apakah kita akan marah?
Secara manusiawi tentunya akan marah. Tetapi, apakah kita tetap emosi ketika lampu dinyalakan dan ternyata yang memukul itu adalah mertua? Dia yang sudah merestui kita menikahi anaknya, ditambah bonus apartemen megah, dua mobil mewah, serta deposito lima miliaran. Rasanya kecil kemungkinan orang akan marah.
Maksudnya, terhadap orang yang berbuat baik kita jarang kecewa, walaupun kadang keinginan orang tersebut tidak sesuai dengan harapan kita. Gulungan koran tidak ada apa-apanya dibanding tumpukan uang milyaran. Itu terasa ringan dibandingkan apartemen, mobil, dan terutama restu untuk menikahi putrinya.
Nah, itu kepada sesama makhluk. Kalau terhadap makhluk kita bisa begitu, seharusnya kita bisa lebih mampu menerima setiap takdir dari Allah. Dia yang telah menciptakan dan memberi rezeki yang tidak ternilai kepada kita sampai saat ini.
“Tidak ada satupun musibah yang menimpa di bumi ini maupun pada dirimu, kecuali sudah tertulis di dalam kitab sebelum Kami mewujudkannya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kalian tidak terlalu berduka-cita dengan apa yang Iuputdarimu, dan tidak berbangga. bangga diri dengan apa yang Allah berikan padamu Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.” (QS. AI-Hadid: 22-23).
Jadi, beratnya cobaan hidup, perih dan getirnya batin ini menghadapi takdir, dikarenakan kita belum yakin bahwa yang menimpakan takdir ini adalah Zat Yang Mahabaik. Dia yang selama ini selalu berbuat baik. Ketika mendapatkan ujian dan tidak menganggap ujian ini datang dengan izin dari-Nya, kita pasti merasa berat.
Orang-orang yang sering kecewa dalam menjalani hidup, adalah orang-orang yang sok tahu dan lebih condong kepada nafsu. Coba lihat para sahabat Nabi SAW. Mereka sudah tidak peduli, apakah hidupnya senang atau susah, dipuji atau dicaci, sehat atau sakit. Mereka sangat paham bahwa di dalam keduanya terdapat kebaikan. “Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
Jadi. apabila pernikahan kita tiba-tiba batal, yakinlah bahwa itu bukan sebuah keburukan sehingga tidak usah kecewa berkepanjangan. Kalau memang bukan jodoh, pernikahan pasti tidak akan berlangsung. Boleh jadi, Allah SWT ingin mengganti dengan yang lebih baik. Jalani saja. Jika surat undangan sudah terlanjur disebar, maka tinggal membagikan surat tidak jadi diundang.
Ingin kuliah tidak lulus ujian atau ingin mengabdi di pemerintahan tetapi tidak lolos tes CPNS, bukanlah akhir kehidupan. Yang penting niat mengikutinya benar dan itu sudah menjadi amal saleh. Siapa tahu Allah mempunyai rencana lain untuk kita. Begitu juga bagi yang sakit dan telah berobat ke mana-mana tetapi belum sembuh, ikhtiarnya sudah menjadi amal.
“Seharusnya terasa ringan bala yang menimpa kepadamu karena engkau mengetahui bahwa Allah yang menguji kamu. Maka Allah yang menimpakan kepadamu takdirNya itu, Dia pula yang telah biasa memberikan kepadamu sebaik-baik apa yang dipilihkan untukmu. Dialah yang membiasakan engkau merasakan sebaik-baik pilihanNya atau pun pemberiannya.” (AI-Hikam, No.115).
Apa pun yang sudah terjadi, itulah namanya takdir. Tinggal bagaimana kita menerima setiap episode kehidupan, yaitu dengan sabar dan ridha terhadap suatu takdir akan terasa ringan ketika kita yakin, bahwa dia datang atas izin dan dari Allah Yang Maha Tahu segala sesuatu, Yang Maha Baik, dan yang selama ini pun selalu berbuat baik. Dengan hati yang ridha, tetap bersemangat untuk melanjutkan perjalanan ke episode takdir yang lain.