Puasa yang kita jalani seharian, mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam, tidak saja untuk menahan lapar dan dahaga. Memang, jika syarat dan rukunnya terpenuhi, puasa sudah sah. Tetapi ibadah yang baik adalah, ibadah yang selain memiliki dampak positif bagi diri pribadi, juga mempunyai pengaruh bagi lingkungan sekitar. Terlebih lagi puasa Ramadhan yang sebenarnya memiliki dampak sosial tinggi, jika betul-betul dipahami.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memberi makanan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka, maka baginya pahala seperti orang puasa tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang puasa tersebut.” (HR at-Tirmidzi).
Secara gamblang hadits di atas mendorong seseorang agar mau bersedekah dengan memberi makanan atau minuman kepada sesama Muslim untuk berbuka puasa. Pahala yang diperoleh pun tidak tanggung-tanggung, yaitu mendapat nilai sepadan dengan orang yang melaksanakan puasa. Ini merupakan bukti bahwa dalam ibadah puasa terdapat solidaritas sosial yang sangat tinggi.
Selama ini kita mungkin merasa sangat gembira jika mendapat undangan buka bersama (bukber) di rumah teman, kerabat, atau sanak saudara. Tetapi, mulai sekarang mari kita ubah mindset atau cara berpikir, bagaimana agar bulan puasa tahun ini dan seterusnya tidak hanya menerima undangan bukber ‘gratis’, tetapi juga menjadi tuan rumah yang mengundang orang lain untuk menikmati hidangan buka puasa.
Jika belum bisa memberi banyak, paling tidak mentraktir sahabat sendiri untuk sekadar takjil puasa seadanya. Toh, nilai sedekah tidak saja diukur dari kuantitasnya, besar atau kecilnya, melainkan juga keikhlasan dari pemberi. Malah jika kita berusaha memberi yang banyak tapi tidak ikhlas, sedekahnya akan percuma. Tentu, akan lebih sempurna jika kita bisa memberi banyak dan dibarengi niat yang ikhlas pula.
Dalam satu hadits yang mendorong umat Muslim untuk memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan disebutkan, “Dari Anas ra dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang nilainya paling utama?" Nabi menjawab, ‘Sedekah di dalam bulan Ramadhan’” (HR. at-Tirmidzi).
Puasa juga mendidik seorang hamba tidak saja memiliki empati kepada sesama Muslim, tetapi juga manusia pada umumnya, tanpa melihat latar belakang agama. Sudah barang tentu, orang yang berpuasa seharian di bulan Ramadhan, akan merasakan beratnya menahan lapar dan dahaga.
Apalagi jika sudah memasuki waktu dzuhur, rasanya badan sudah lemas-lunglai. Terlebih jika memiliki profesi yang bekerja di jalan, seperti ojek online, sopir angkot, dan lain sebagainya. Dengan pengalaman demikian, seharusnya bisa menumbuhkan rasa empati kepada diri seorang Muslim, bahwa menahan rasa lapar itu begitu berat. Dan hal inilah yang selama ini dirasakan oleh orang-orang yang hidup serba kekurangan, yang bahkan untuk mengganjal lapar saja mereka harus mengais makanan sisa di tong sampah.
Kita masih mending menahan lapar hanya kurang lebih 13 jam dalam satu hari saat berpuasa. Setelah itu, bisa menikmati ragam hidangan bergizi yang kadang sampai kekenyangan, hingga sulit beranjak dari tempat makan. Sementara saudara-saudara kita yang hidup serba kekurangan, bisa saja merasakan lapar sepanjang hari dan entah kapan akan berakhir. Jika mereka bisa mengganjal lapar pun, kadang hanya bisa dengan makanan sisa yang diperoleh dari hasil mengais sampah.