...
Jangan Terlena Dengan Pujian

WAKAF MANDIRI - Berhati-hatilah dengan pujian. Seringkali pujian membuat orang melupakan dengan hakikat dirinya yang sebenarnya. Banyak orang memuji, bukan berarti apa yang ada pada diri kita adalah sama persis, seperti apa yang dipuji oleh banyak orang.

“Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya: Ada seseorang berada di dekat Nabi SAW. Lalu ada orang lain yang memuji-muji orang tersebut, maka Nabi SAW bersabda, “Celaka engkau! Engkau telah menebas leher kawanmu.” Jika kamu mau memuji, dan itu harus memuji, maka katakan, “Aku sangka (aku kira) dia demikian dan demikian”  jika dia menyangka kawannya memang seperti itu, “dan yang mengetahui pasti adalah Allah, dan aku tidak mau memastikan (keadaan) seseorang di sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW memberikan penjelasan, bahwasannya ujub dapat disebabkan karena pujian yang berlebihan. Jika pada saat seseorang memuji kawannya atau orang lain di hadapannya, dan dapat menyebabkan orang yang dipuji tersebut merasa besar diri dan bangga dengan amalannya, maka hal ini dimakruhkan. Adapun pujian kepada seseorang yang orangnya tidak ada di tempat itu, maka hal tersebut adalah sanjungan yang baik.

Dalam hadis ini juga Rasulullah SAW mengingkari orang yang memuji orang lain itu dengan mengatakan “Celaka kamu, kamu telah menebas leher kawanmu”. Artinya, Rasulullah SAW tidak menyukai perilaku semacam ini.

Diriwayatkan  dari Abdullah bin Syakir, “Suatu hari seseorang datang kepada Nabi SAW, kemudian dia mengatakan, “Apakah anda sayyidul Quraisy?” Maka Nabi SAW mengatakan, “As Sayyid adalah Allah.” Maka sahabat mengatakan, “Engkau adalah orang yang paling mulia di antara kita, paling besar jasanya?” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Katakanlah perkataan yang biasa kalian ucapkan, dan jangan jadikan perkataan kalian menjadi tunggangan setan-setan.”  (HR. Ahmad, Abu Daud)

Dari hadis ini, Rasulullah SAW saja melarang seseorang memuji di hadapan beliau, lalu bagaimanakah dengan orang yang levelnya pasti di bawah Rasulullah SAW. Berhati-hatilah dengan hati manusia yang lemah. Jika dipuji, maka dapat menyebabkan masuknya ujub dalam hatinya, yang dapat mempengaruhi perilaku dan tindakannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Rasulullah memerintahkan kami untuk melemparkan debu di wajah orang-orang yang suka memuji.” (HR. Muslim)

Berhati-hati juga dengan diri kita, jika kita merasa bangga dan senang jika dipuji secara langsung, karena hal tersebut merupakan salah satu ciri dari kemunafikan. Allah SWT berfirman, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al-Munafiqun: 1)

Kemudian Allah SWT melanjutkan firmannya, “Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-Munafiqun: 2)

Maksudnya, adalah mereka menjadikan itu penghalang atau tameng, kemudian “Mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan”. Ini adalah sifat orang munafik dan orang yang suka cari muka. Maka kita harus waspada terhadap mereka. Jangan biarkan mereka berlebihan dalam perilaku yang terlarang ini. Inilah alasan pertama mengapa pujian langsung dihadapan seseorang itu dilarang.

Alasan lainnya kenapa pujian langsung itu dilarang adalah, karena pujian yang dia tujukan kepada manusia sejatinya Allah SWT juga ikut menyaksikannya. Allah SWT mengetahui keadaan sejati seseorang yang tidak diketahui oleh orang lain satu pun. Maka tidak ada yang mengetahui batin manusia, kecuali Allah SWT. Tidak ada yang mengetahui hakikat ketulusan amal manusia, kecuali hanya Allah SWT saja. Dan tidak pula ada yang mengetahui, apakah amalannya diterima ataukah tidak, kecuali Allah SWT saja.

Kesimpulan yang bisa kita pelajari, adalah larangan berlebihan dalam memuji orang lain. Karena tidaklah ada jaminan terhindarnya ujub pada dirinya. Ujub yang membuat dia berkeyakinan kalau dia berhak mendapatkan pujian tersebut. Hal ini menyebabkan dia menelantarkan amal dan tidak punya perhatian kepada ketaatan, karena mengandalkan pujian yang ada pada dirinya.