WAKAF MANDIRI - Pada dasarnya, pengertian wakaf adalah menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan tetap kekalnya harta itu sendiri. Dan mantasharrufkan kemanfaatannya di jalan kebaikan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Konsekuensi dari hal ini adalah, harta benda yang diwakafkan tidak boleh ditasharrufkan. Sebab yang ditasharrufkan adalah manfaatnya.
Menurut Ibnu Syihab az-Zuhri yang memperbolehkan wakaf dinar, sebagaimana dinukil al-Bukhari, “Telah dinisbatkan pendapat yang mensahkan wakaf dinar kepada Ibnu Syihab az-Zuhri dalam riwayat yang telah dinukil Imam Muhammad bin Isma’il al-Bukhari dalam kitab Shahihnya. Ia berkata, Ibnu Syihab az-Zuhri berkata mengenai seseorang yang menjadikan seribu dinar di jalan Allah (mewakafkan). Ia pun memberikan uang tersebut kepada budak laki-lakinya yang menjadi pedagang. Maka si budak pun mengelola uang tersebut untuk berdagang dan menjadikan keuntungannya sebagai sedekah kepada orang-orang miskin dan kerabat dekatnya. Lantas, apakah lelaki tersebut boleh memakan dari keuntungan seribu dinar tersebut jika ia tidak menjadikan keuntungannya sebagai sedekah kepada orang-orang miksin? Ibnu Syihab az-Zuhri berkata, ia tidak boleh memakan keuntungan dari seribu dinar tersebut.” (Abu Su’ud Muhammad bin Muhammad Mushthafa al-‘Imadi al-Afandi al-Hanafi, Risalah fi Jawazi Waqf an-Nuqud, Bairut-Dar Ibn Hazm, cet ke-1, 1417 H/1997 M, h. 20-21).
Dengan mengacu kepada pendapat Ibnu Syihab az-Zuhri ini, maka cara atau teknik mewakafkan uang adalah dengan menjadikannya sebagai modal usaha. Dan keuntungan yang diperoleh diberikan kepada mauquf ‘alaih atau pihak yang menerima manfaat dari harta wakaf.