WAKAF MANDIRI - Kita terkadang tidak siap untuk menjadi guru. Ketika kita diingatkan sebuah kesalahan, sering muncul keangkuhan. Padahal tanda keikhlasan adalah, menerima kritikan yang baik. Kita terkadang tidak siap untuk menjadi besar, mudah terkena ujub dan merasa nikmat dengan kehormatan. Jika kita merasa direndahkan, kesombongan seringkali muncul menggelapkan hati.
Betapa kritikan seakan terasa pedas menyayat hati ketika dimaknai berbeda, sejatinya kritikan yang disampaikan dengan perasaan cinta ingin menasehati saudaranya dan berharap cinta Allah SWT, niscaya berbuah kebaikan. Terkadang seseorang berat menerima saran atau kritikan, dan merasa dirinya dipojokkan, tatkala cara mengkritiknya tak beradab. Hal ini diperparah lagi ketika yang bersangkutan memiliki karakter sensitif atau mudah tersinggung secara berlebihan.
Seorang mukmin, hendaklah tawadhu’ ketika dinasehati dan menasehati orang lain. Berbaik sangkalah, karena setiap diri pasti punya aib dan kekurangan. Yakinlah saat orang lain mengoreksi aib kita, berarti ia perhatian pada kita, dan berharap kita senantiasa dalam kebaikan. Ketika orang yang mengkritik dan pihak yang dikritik sama-sama memiliki iman kuat dan akhlak mulia, niscaya kritikan akan dianggap hadiah yang diberikan dengan perasaan suka cita. Dan yang menerima juga akan merasa bahagia, karena tujuannya untuk kebaikan dan taqwa, asal disampaikan dengan hikmah dan bijaksana.
Kritikan adalah media untuk memperbaiki diri agar seorang mukmin senantiasa instropeksi diri dan segera berbenah. Sehingga berada di level tertinggi dalam segala kebaikan. Hindari sikap apriori dan pikiran-pikiran negatif atau su’udzon pada orang lain. Jangan biarkan dendam dan hasad menguasai. Baik ketika menasehati atau dinasehati orang lain. Bukankah dengan kritikan atau nasehat seorang akan mengetahui kekurangan kita. Wallahu a’lam.