WAKAF MANDIRI - Para ulama menjelaskan, bahwa ibadah meliputi segala sesuatu yang disukai dan diridhai Allah berupa perkataan dan perbuatan yang lahir maupun batin. Segala aktivitas kita sehari-hari bisa bernilai ibadah.
Rasulullah SAW bersabda, “Dan mendatangi istri adalah shadaqah.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Sesungguhnya, tidaklah engkau mengeluarkan nafkah dengan mengharap wajah Allah kecuali engkau diganjari pahala atasnya, hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.” (HR. Al-Bukhari)
Didalam kitab Fathul bAari, Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil perkataan An-Nawawi -rahimahullah-, “Faidah yang ingin dipetik dalam hadits ini adalah sabda nabi, ‘mengharap–yakni mencari– wajah Allah.’ Dari situ imam An-Nawawi menarik sebuah faidah, Suatu aktivitas bilamana bersesuaian dengan kebenaran maka tidaklah mengurangi nilai pahalanya (bila niatnya afalah ibadah). Sebab menyuapkan makanan ke mulut istri biasanya dilakukan saat bercanda dengannya. Tentu saja hal tersebut bercampur dengan nafsu syahwat. Namun demikian, bila tujuannya adalah mengharap pahala Allah, niscaya ia akan memperoleh pahalanya dengan karunia dari Allah SWT.”
Ibnu Hajar melanjutkan, “Dalam hadits lain disebutkan lebih gamblang lagi dari sekedar menyuapkan tangan ke mulut istri, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, disebutkan, ‘Dan berhubungan intim dengan istrinya juga terhitung sedekah!”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah seseorang yang melampiaskan syahwatnya juga mendapat pahala?”
Rasulullah SAW berkata, “Bagaimana menurut kalian bila ia melampiaskannya pada perkara yang haram?”
Imam An-Nawawi rahimahullah melanjutkan, “Jika demikian keadaannya -yakni dalam perkara yang dikehendaki oleh nafsu– tentu lebih layak bila ganjaran pahala itu diberikan atas perkara yang tidak dikehendaki nafsu!?”
Beliau melanjutkan, “Perumpamaan dengan menyuapkan tangan ke mulut istri tujuannya untuk lebih mempertegas kaidah ini. Sebab, bilamana menyuapkan tangan ke mulut istri, sekali suap saja sudah berpahala, tentu pahala lebih layak diberikan kepada siapa yang memberi makan orang-orang yang membutuhkan makanan, atau mengerjakan amalan ketaatan yang tingkat kesulitannya lebih besar dari sesuap nasi yang diberikan kepada istri, yang tentu saja nilainya lebih rendah.”
Lebih dari itu dapat dikatakan, “Jikalau pahala diberikan kepadanya karena ia telah memberi makan istrinya, yang tentunya iya juga memperoleh keuntungan darinya. Sebab makanan itu akan membuat tubuh istrinya tampak lebih cantik. Dan biasanya nafkah yang ia berikan kepada istri lebih banyak didorong oleh faktor nafsu. Tentu berbeda dengan bersedekah kepada orang lain yang lebih banyak menuntut pengorbanan, wallahu a’lam.”
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa seluruh perbuatan mubah yang kita lakukan seperti tidur, makan, mencari rezeki dan yang lainnya bisa dijadikan sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT, sehingga dengan cara itu seorang muslim bisa mendapatkan beribu-ribu kebaikan, dengan syarat niatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dan semua perbuatan yang kita lakukan itu, akan semakin bertambah nilai pahala dan keutamaannya apabila kita bersungguh-sungguh menerapkan sunnah-sunnah Rasulullah SAW sebagai bukti cinta kita kepada beliau dan ittiba’ kita yang tulus kepada ajaran Nabi SAW.