...
Rasulullah: Perkuat Tali Persaudaraan Antar Umat

WAKAF MANDIRI - Persatuan umat selalu menjadi salah satu idealisme Nabi Muhammad. Tak satu pun nabi yang Allah beri stampel tegas sebagai nabi pembawa rahmat, kecuali Nabi Muhammad SAW. Tidak heran jika dalam sebuah riwayat menceritakan, Nabi Musa AS selalu berharap untuk dijadikan sebagai umat Nabi Muhammad, dengan harapan bisa mendapatkan naungan syafaat darinya.    

Meski periode kenabian berlangsung 14 abad lalu, Nabi Muhammad tetap menjadi teladan sepanjang masa. Beliau memang diutus sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, baik yang menerima risalahnya maupun yang tidak. Di antara teladan dari Rasulullah adalah komitmen kuat dan langkah nyata dalam mempersaudarakan umat.  

Berikut ini adalah upaya-upaya Rasulullah dalam membangun persaudaraan dan persatuan antarumat, baik di internal umat Islam, maupun antarpemeluk agama yang berbeda.  

Setelah Rasulullah melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, ada kebijakan penting yang diambil beliau, di antara yang paling masyhur adalah mempersaudarakan sahabat Anshar dan Muhajirin. Sahabat Anshar adalah sahabat Nabi di Madinah yang menerima kedatangan Rasulullah pasca hijrah. Sedangkan sahabat Muhajirin adalah sahabat Nabi yang melakukan hijrah bersama Nabi dari Makkah ke Madinah.  

Kedua kelompok ini dipersaudarakan di atas prinsip kebenaran, persamaan, dan hak saling mewarisi harta setelah mati. Ikatan persaudaraan mereka lebih kuat daripada ikatan nasab dan kerabat. Kemudian, Rasulullah menegaskan tali persaudaraan di antara semua sahabat secara umum.  

Menurut Syekh Said Ramadhan al-Buthi, ketetapan ini tetap berlaku hingga akhirnya di-nasakh (dihapus) ketika Perang Badar Kubra pecah, yaitu saat turun ayat, “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 75).  

Ayat ini menghapus ketetapan yang berlaku sebelumnya. Artinya, hak waris berdasarkan ikatan persaudaraan Islam tidak berlaku lagi. Hak waris dikembalikan lagi berdasarkan ikatan darah dan kerabat, meskipun secara hakiki, kaum Muslim tetap bersaudara satu sama lain.

Sebelum turunnya ayat di atas, sahabat Muhajirin bisa mewarisi harta peninggalan sahabat Anshar, karena ikatan persaudaraan yang telah dijalin Rasulullah di antara mereka. Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah dan kekerabatan (Syekh Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah).  

Atas dasar itu, Rasulullah menjadikan persaudaraan dan mempersatukan antara Muhajirin dan Anshar sebagai fondasi untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Semua itu kemudian diaplikasikan di tengah masyarakat yang diakui dunia memiliki sistem sosial paling unggul dan paling canggih pada zamannya.  

Tahap demi tahap, prinsip-prinsip keadilan itu berkembang dalam wujud hukum dan undang-undang yang bersifat mengikat. Namun, semuanya tetap didasarkan atas fondasi utama, yaitu ukhuwwah islamiyah (persaudaraan Islam). Jika bukan karena fondasi itu, yang berperan memperkokoh aqidah Islam, prinsip-prinsip keadilan mustahil memberikan efek positif dalam pembangunan masyarakat Islam dan penguatan eksistensinya.  

Prinsip persaudaraan yang ditanamkan Rasulullah pada komunitas Islam di Madinah, bukan sekadar slogan kosong yang diperbincangkan dari mulut ke mulut. Melainkan kebenaran praktik yang terhubung langsung dengan realitas kehidupan dan relasi sosial antara Muhajirin dan Anshar dan dipimpin langsung olehnya (Syekh al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, 2019: 163).  

Alhasil, visi dan misi ini menjadi sarana paling efektif dalam mewujudkan persatuan kolektif pada masa itu. Semua ini menunjukkan bahwa upaya Rasulullah dalam membangun persaudaraan dan persatuan sosial sangat serius, hingga ia terjun langsung dalam memberikan teladan dalam mengaplikasikan visi mulia tersebut. Dengannya, ikatan sosial dengan asas iman kepada Allah SWT semakin terjalin.  

Selain itu, Rasulullah juga mempersatukan suku Auz dan Khazraj, setelah sebelumnya saling membunuh antara satu dengan yang lainnya. Upaya yang lain untuk menumbuhkan persatuan dan persaudaraan adalah menghilangkan rasisme dan fanatisme kesukuan. Rasulullah pun membangun masjid untuk membangun rasa solidaritas antar sahabat. (Syekh Ali Muhammad ash-Shalabi, Sirah Nabawiyah ‘Irdu Waqai’ wa Tahlilul Ahdats, [Lebanon, Bairut, Darul Ma’rifah, 2008:  167).  

Dari penjelasan di atas, bahwa sejarah Islam pada masa kenabian menjadi bukti betapa pentingnya persatuan dan kerukunan antar umat Islam dan umat beragama. Peran dan upaya Rasulullah dalam mencegah terjadinya perpecahan di tengah masyarakat multikultural merupakan langkah yang sangat efektif untuk membangun visi dan misi mulia itu.