WAKAF MANDIRI - Banyak orang merasa tak bahagia hatinya. Dikarenakan ia memandang kebahagiaan dari sudut pandang orang lain. Realitanya, ada seorang ibu yang tetap bisa menikmati oase kebahagiaan, meski harus bekerja 24 jam mengurus rumah tangga. Karena ia memaknai semua yang dilakukannya adalah sebuah ibadah kepada Allah SWT.
Misalnya, ada orang yang rela hidup di desa dengan banyak penyakit, kehidupan ekonominya yang tidak cukup baik. Namun, ia merasa bahagia karena merasa semua yang terjadi adalah hal terbaik yang ditetapkan Allah SWT. Ini merupakan bukti keimanannya kepada takdir Allah SWT.
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Telah sampai kepada kami bahwa pahala yang paling banyak didapati seorang Muslim dalam catatan amalnya adalah (dari) kesusahan dan kesedihan” (Al Hilyah, 7/50).
Kebahagiaan seorang mukmin adalah standar akhirat. Obsesi akhirat inilah yang membuat seorang mukmin selalu bahagia setiap saat. Berikut ini ada beberapa kiat agar hati selalu bahagia dunia dan akhirat. Yakni,
1. Ridha dengan takdir Allah SWT.
Mengimani, bahwa segala yang terjadi, baik suka maupun duka, adalah takdir Allah SWT yang tidak akan luput dan tidak bisa dihindari. Semua yang terjadi, tak lepas dari ilmuNya. Allah Maha berbuat menurut pilihan dan kehendakNya.
Asy Syaikh Muhammad Ali Adam Al Ityubi berkata, “Yang terbaik untuk kita ialah pada yang Allah tetapkan bukan pada yang kita inginkan. Meski tentunya, bisa saja yang kita inginkan itu juga yang Allah tetapkan. Tapi ingat, saat yang Allah tetapkan untuk kita berbeda dengan yang kita inginkan, itu bukan karena Allah semata ingin menggagalkannya. Tapi karena Allah tahu bahwa yang terbaik untuk kita, bukan pada ada sesuatu yang kita inginkan itu, tapi pada hal yang Dia tetapkan. Sesungguhnya Allah ialah Yang membagikan rezeki dan penghidupan sesuai dengan tuntutan hikmahNya. Tidak layak seorang hamba melihat pada orang lain. Sebab akan membuatnya menganggap remeh rezeki yang sudah Allah berikan kepadanya berdasarkan hikmah dan hukum-Nya.” (Asy Syaikh Muhammad Ali Adam Al Ityubi dalam penggalan pembahasan hadits kedua dari kitab Al jami‘ dari Bulughul Maram).
2. Selalu Bersyukur dan Bersabar
Ikrimah rahimahullah berkata, “Tidaklah ada seorang pun ia pasti merasakan suka dan juga duka. Oleh karena itu jadikanlah suka itu syukur dan duka itu sabar.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/27)
Dari Abu Yahya Shuhaib Bin Sinan radhiyallahu’anhu ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang mukmin, yaitu Jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. dan jika ia mendapat kesusahan ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999).
Kebahagiaan itu akan dinikmati seorang mukmin ketika ia mampu hidup optimis dalam suka maupun duka, dalam lapang maupun sempit. Karena semua itu jika tidak disyukuri, hati akan terasa sempit. Alangkah mulia akhlak seorang mukmin, tatkala ia bisa menyembunyikan kesusahannya dan mampu tegar. Serta bersikap wajar, tatkala diberi nikmat dan selalu berbaik sangka pada Allah SWT.
Nabi SAW bersabda, “Siapa yang menampakan kecukupan, niscaya Allah akan membuatnya kaya” (HR. Bukhari, Muslim).
Kita tetap bisa bahagia, meski dalam segala keterbatasan hidup. Pola pikir Islami inilah yang membuat mukmin tak pernah stres dan depresi. Hati lapang dada, tidak hasad, dan tetap semangat karena segala yang ditentukan Allah SWT baik untuk hambaNya.
3. Memiliki Teman Saleh.
Teman yang saleh, mengajak pada ketaatan adalah anugerah istimewa yang membahagiakan. Sahabat yang selalu memberi rasa nyaman, memotivasi beramal saleh, dan selalu mencintainya, selalu bertanya tentang kabarmu, tidak bosan denganmu, memaafkan, menasehatimu ketika bersalah dan menyertakanmu dalam doa-doanya.
Teman saleh bisa mengantarkan kita untuk kebahagiaan dunia akhirat. Membuat tensi iman memuncak, karena itu perbanyaklah teman saleh, sehingga Anda bahagia.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Jika engkau memiliki teman yang membantu melaksanakan ketaatan kepada Allah, maka genggamlah ia erat-erat karena sesungguhnya mencari teman yang saleh itu susah, namun melepaskannya mudah.” (Hilyatul Auliya’ 4/101).