...
Mukjizat Nabi Ismail Yang Ada Hingga Sekarang

WAKAF MANDIRI - Bicara sejarah dan kisah Nabi, tentu tak lepas dari mukjizat. Allah SWT memberikan bermacam mukjizat kepada nabi dan rasulnya, untuk membuktikan kekuasaanNya, sekaligus kebenaran utusanNya. Tiap rasul beda mukjizatnya.

Salah satu mukjizat Allah untuk Nabi Ibrahim adalah tubuhnya tak terbakar saat dilempar ke kobaran api besar oleh Raja Namrud. Mukjizat Nabi Musa bisa membelah lautan. Mukjizat Nabi Isa bisa menghidupkan orang mati. Mukjizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar adalah Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia hingga kiamat. Sedangkan mukjizat Nabi Ismail a’laihissalam, yakni putra Nabi Ibrahim. Dari keturunannyalah, nabi terakhir Muhammad SAW lahir, sekaligus menutup risalah kenabian.

Berikut beberapa mukjizat Nabi Ismail, yang dikutip dari berbagai sumber. Yakni,

  1. Mata Air Zamzam.

Kisah munculnya air zamzam bermula, ketika Nabi Ibrahim ‘as mendapat perintah dari Allah SWT untuk membawa istrinya Siti Hajar dan anak sematawayangnya, Nabi Ismail ‘as di lembah gersang Hijaz, atau sekarang Makkah.

Tak lama di sana, Nabi Ibrahim dapat perintah lagi dari Allah untuk kembali ke Syam melanjutkan dakwah. Sementara di lembah Hijaz belum ada penduduk saat itu. Nabi Ismail yang masih bayi, kehausan di tengah terik matahari, karena persediaan air mereka habis. Hajar panik, ia terus berlari antara bukit Shafa dan Marwah, hingga tujuh kali mencari sumber air.

Kemudian ia mendengar ada suara yang berasal dari tempat Nabi Ismail dibaringkan di atas tanah. Hajar kaget melihat ada air yang muncul di tanah yang digeser-geser dengan tumit Nabi Ismail.

Riwayat lain menyebutkan, saat itu malaikat Jibril ikut membantu menggali dengan sayapnya, hingga air keluar memancar di tengah lembah yang tandus. Akhirnya Hajar dapat minum air dan menyusui Ismail kembali.

Air yang keluar itulah zamzam, tak pernah kering sampai sekarang. Ini diakui sebagai air terbaik di muka bumi.

Kemudian malaikat Jibril berkata kepadanya, “Janganlah kamu takut ditelantarkan, karena di sini adalah rumah Allah, yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.”

  1. Perintah Untuk Berkurban.

Suatu malam Nabi Ibrahim bermimpi diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, Ismail as. Setelah bangun, Nabi Ibrahim mendatangi anaknya dan mengungkapkan tentang mimpinya. Ibrahim berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash Shaaffaat: 102)

Nabi Ibrahim membawa Ismail ke Mina, lalu ia taruh kain di atas muka anaknya, agar ia (Ibrahim) tidak melihat muka anaknya yang dapat membuatnya terharu. Sedangkan Nabi Ismail telah siap menerima keputusan Allah.

Ketika Nabi Ibrahim sudah pasrah kepada Allah dengan meletakkan pisau di leher Ismail, bersiap menyembelihnya. Tiba-tiba keduanya mendengar seruan Allah SWT, “Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. Ash Shaafffat: 104-106)

Tidak lama setelah ada seruan itu, Nabi Ibrahim melihat malaikat Jibril dengan membawa kambing yang besar. Maka Nabi Ibrahim mengambilnya dan menyembelihnya sebagai ganti dari Ismail. Peristiwa ini kemudian menjadi hukum dalam Islam, yakni perintah berkurban.

  1. Membangun Kabah.

Setelah Nabi Ismail, Nabi Ibrahim datang kepadanya lalu berkata, “Wahai Ismail, Allah memerintahkanku dengan suatu perintah.” Ismail berkata, “Lakukanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu.” Ibrahim berkata lagi, “Apakah kamu akan membantu aku?” Ismail berkata, “Ya, aku akan membantumu.” Ibrahim berkata, “Allah memerintahkan aku agar membangun rumah di tempat ini.”

Nabi Ibrahim menunjuk ke suatu tempat yang agak tinggi dibanding sekelilingnya. Di dekat tempat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitullah Kakbah. Ismail bekerja mengangkut batu-batu, sedangkan Nabi Ibrahim yang menyusunnya (membangunnya) hingga ketika bangunan sudah tinggi, Nabi Ismail datang membawa batu itu lalu meletakkannya untuk Nabi Ibrahim, agar bisa naik di atasnya, sementara Nabi Ismail memberikan batu-batu.

Keduanya bekerja sambil mengucapkan kalimat doa, “Wahai Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami sesunggunya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 127).

Keduanya terus saja membangun hingga mengelilingi Baitullah dan keduanya terus membaca doa tersebut.

Setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Kabah, maka keduanya berdoa, “Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui–Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 127-128)