WAKAF MANDIRI - Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa kebersihan, baik zahir maupun batin, merupakan ajaran penting dalam agama. Jika kita ibaratkan, ilmu itu laksana air, dan hati adalah gelas yang menjadi wadahnya. Kualitas gelas tersebut sangat mempengaruhi kualitas air di dalamnya.
Jika gelasnya bersih, maka airnya akan jernih dan segar. Sebaliknya, jika gelasnya kotor, maka air akan keruh dan tidak bisa diminum. Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Syekh Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (w. 1111 M) atau yang lebih dikenal dengan Imam al-Ghazali menjelaskan, dalam menuntut ilmu, hendaknya hati dibersihkan dari sifat-sifat tercela. Ini salah satu syarat utama bagi penuntut ilmu.
Bagaimana supaya hati yang akan disinggahi ilmu, betul-betul bersih dari hal-hal menghalangi masuknya ilmu. Yakni, “Syarat yang pertama dalam menuntut ilmu adalah mensucikan hati dari akhlak-akhlak buruk dan sifat-sifat tercela. Karena pada hakikatnya, mencari ilmu merupakan ibadah, shalat yang bersifat rahasia, dan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala secara batin.” “Sebagaimana shalat yang merupakan ibadah zahir tidak sah kecuali dengan mensucikan diri secara zahir dari hadats dan najis. Demikian pula dalam menghidupkan hati dengan ilmu, tidak bisa kecuali setelah mensucikan hati dari akhlak-aklak buruk dan sifat-sifat yang najis.” (lihat al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Sangkapura: Al-Haramain, tt], juz 1, hal. 49)
Dari penjelasan di atas, Imam al-Ghazali menganalogikan orang yang mencari ilmu itu layaknya orang yang menunaikan shalat. Shalat tidak akan sah kecuali jika harus suci dari hadats dan najis. Demikian pula dalam menuntut ilmu, tidak bisa maksimal kecuali terlebih dahulu mensucikan hati dari sifat dan akhlak tercela seperti rasa sombong, dengki, dendam, dan lain sebagainya.
Demikian pula menuntut ilmu yang merupakan hal urgen dalam agama, kebersihan hati menjadi syarat yang tidak boleh dilupakan. Perlu kita tegaskan, bahwa kebersihan itu tidak berkaitan dengan sesuatu yang tampak oleh mata saja, tetapi sesuatu yang tidak tampak (abstrak) pun juga bisa kotor dan bisa bersih. Kadang sesuatu begitu terlihat bersih luarnya, tetapi dalamnya kotor dan najis. Pun sebaliknya, kadang luarnya kotor, tapi dalamnya bersih dan suci.