...
Mengoptimalkan Literasi Wakaf

WAKAF MANDIRI - Sektor perwakafan di Indonesia terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya animo berwakaf masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini.

Meskipun begitu, naiknya pengumpulan wakaf tersebut, baru mencapai setengah persen dari total potensi wakaf uang yang mencapai angka Rp 180 triliun. Selisih antara potensi dengan realisasinya masih sangat besar. Salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya kesenjangan antara potensi dan realisasi wakaf adalah, masih rendahnya tingkat literasi wakaf masyarakat.

Untuk mengoptimalkan literasi wakaf ini, ada beberapa konsep yang dapat disosialisasikan. Yakni,

  1. Literasi tentang harta obyek wakaf atau mauquf bihi.

Harta yang bisa diwakafkan bukan hanya berupa aset tetap seperti rumah, sawah dan gedung, namun dapat juga berupa uang. Masih banyak warga masyarakat yang belum memahami konsepsi wakaf uang ini dengan benar. Bahkan masih ragu apakah wakaf uang diperbolehkan secara syariah atau tidak. Padahal Majelis Ulama Indonesia sejak tahun 2002 telah mengeluarkan fatwa mengenai wakaf uang, yang menegaskan bahwa mewakafkan uang adalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariah.

Imam Az-Zuhri (wafat tahun 124 H) menyatakan, bahwa boleh mewakafkan uang dinar, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha. Kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf alaih (penerima manfaat wakaf). Dijadikan sebagai modal usaha, atau dalam bahasa lain diinvestasikan, pada dasarnya merupakan upaya untuk menjaga nilai pokok dari uang tersebut agar tidak berkurang.

  1. Literasi terkait peruntukan harta wakaf.

Pada dasarnya, yang dipahami masyarakat secara umum adalah bahwa peruntukan harta wakaf adalah untuk masjid, madrasah dan pemakaman. Padahal, peruntukan harta wakaf ini sangat luas, dan dapat mencakup seluruh bidang kehidupan selama berorientasi pada kemaslahatan dan kepentingan bersama.

Harta wakaf bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Seperti rumah sakit untuk kebutuhan sektor kesehatan, pasar dan pabrik untuk keperluan pengembangan bisnis masyarakat, pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, untuk investasi di industri halal, dan lain-lain.

Dengan pemahaman seperti ini, maka ketika seseorang mewakafkan harta yang dimilikinya, maka peruntukan harta wakaf tersebut bisa sangat bervariasi dan beragam. Para wakif bisa memiliki opsi yang beragam terkait peruntukan harta yang diwakafkannya.

  1. Literasi kelembagaan pengelola wakaf atau nazhir.

Dari sisi kelembagaan nazhir, menurut data menunjukkan bahwa saat ini terdapat 421 ribu nazhir perorangan, 511 nazhir institusi, dan 303 institusi nazhir wakaf uang. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas nazhir adalah individu. Sebagai pihak yang berwakaf, seorang wakif tentu akan mewakafkan hartanya pada orang yang dipercayainya, sehingga rata-rata mereka mewakafkan hartanya pada nazhir individu.

Hal ini tentu sangat wajar, karena tanpa kepercayaan, mustahil orang akan menyerahkan kepemilikan hartanya pada pihak lain. Namun pada jangka panjang, hal ini berpotensi menimbulkan persoalan, terutama jika sang nazhir telah wafat. Banyak konflik atas aset wakaf terjadi pasca wafatnya sang nazhir. Untuk itu, transformasi nazhir individu menjadi nazhir institusi perlu untuk terus didorong dan dikembangkan, agar keberlanjutan pemanfaatan dan pengembangan harta wakaf bisa terus dilakukan.