WAKAF MANDIRI - Rasulullah SAW beserta orang-orang shalih dahulu, mengajarkan kepada kita bagaimana adab tatkala memberikan nasehat. Sehingga membuka pintu-pintu hidayah bagi seseorang. Jadi, ketika seseorang hendak memberikan nasehat, hendaklah memperhatikan adab-adabnya. Karena adab tersebut sangat menentukan diterima atau tidaknya nasehat.
Berikut beberapa adab memberikan nasehat yang perlu diperhatikan. Yakni,
1. Mengharapkan ridha Allah SWT.
Seorang yang ingin menasehati hendaklah meniatkan nasehatnya semata-semata untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Karena hanya dengan maksud inilah dia berhak atas pahala dan ganjaran dari Allah SWT, di samping berhak untuk diterima nasehatnya.
Rasulullaah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya (dinilai) kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka (hakikat) hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Tidak dalam rangka mempermalukan orang yang dinasehati.
Seseorang yang hendak memberikan nasihat harus berusaha untuk tidak mempermalukan orang yang hendak dinasehati. Ini adalah musibah yang sering terjadi pada kebanyakan orang, saat dia memberikan nasihat dengan nada yang kasar. Cara seperti ini bisa berbuah buruk atau memperparah keadaan. Dan nasehatpun, tak berbuah sebagaimana yang diharapkan.
3. Menasehati secara rahasia.
Nasihat disampaikan dengan terang-terangan ketika hendak menasehati orang banyak seperti ketika menyampaikan ceramah. Namun kadangkala nasehat harus disampaikan secara rahasia kepada seseorang yang membutuhkan penyempurnaan atas kesalahannya.
Dan umumnya seseorang hanya bisa menerimanya, saat dia sendirian dan suasana hatinya baik. Itulah saat yang tepat untuk menasehati secara rahasia, tidak di depan publik. Sebagus apapun nasehat seseorang, namun jika disampaikan di tempat yang tidak tepat dan dalam suasana hati yang sedang marah. Maka, nasehat tersebut hanya bagaikan asap yang mengepul dan seketika menghilang tanpa bekas.
4. Menasehati dengan lembut, sopan, dan penuh kasih.
Seseorang yang hendak memberikan nasehat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasehat. Sesungguhnya menerima nasehat itu diperumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tak akan terbuka, kecuali dibuka dengan kunci yang tepat.
Seseorang yang hendak dinasehati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara. Jika perkara itu yang diperintahkan Allah, maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah, maka ia melanggarnya.
Oleh karena itu, harus ditemukan kunci untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat, kecuali nasehat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang.
Nabi SAW bersabda, “Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya.” (HR. Muslim)
5. Tidak memaksakan kehendak.
Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasehati saudaranya tatkala melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasehatnya. Sebab, itu bukanlah bagiannya. Seorang pemberi nasehat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya.
6. Mencari waktu yang tepat.
Tidak setiap saat orang yang hendak dinasehati itu siap untuk menerima petuah. Adakalanya jiwanya sedang gundah, marah, sedih, atau hal lain yang membuatnya menolak nasehat tersebut. Jika seseorang ternyata tak bisa menasehati dengan baik, maka dianjurkan untuk diam. Hal itu lebih baik karena akan lebih menjaga dari perkataan-perkataan yang akan memperburuk keadaan.
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”(HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan pernah putus asa untuk memohon pertolongan Allah karena pada hakekatnya Allah-lah Yang Maha membolak-balikkan hati seseorang. Meski sekeras apapun hati seseorang, namun tidak ada yang mustahil jika Allah berkehendak untuk melembutkan hatinya.