Dalam wakaf yang menjadi hal terpenting atau inti adalah mauquf ‘alaih. Maquf ‘alaih sendiri merupakan penerima manfaat dari harta yang sudah diwakafkan sesuai dengan ikrar wakaf yang disepakati.
Ada banyak manfaat yang bisa dirasakan dengan dana wakaf baik untuk ibadah, sosial, pendidikan, kesehatan, dakwah, serta meningkatkan perekonomian. Selain itu wakaf bisa memberikan sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir.
Pemenuhan hak mauquf ‘alaih tersebut bisa diambilkan dari dana langsung atau dari hasil pengolahan dan pengembangan wakaf produktif.
Wakaf langsung sendiri merupakan pelayanan langsung yang bisa dirasakan oleh Mauquf ‘alaih seperti halnya wakaf masjid, sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya atau manfaat nyata yang bisa dirasakan oleh mauquf ‘alaih.
Sedangkan untuk wakaf produktif merupakan wakaf melalui kegiatan produktif seperti pengelolaan usaha ternak lele, ayam, pertanian dan kegiatan produktif lainya, yang hasil dari kegiatan produktif tersebut bisa dirasakan oleh mauquf ‘alaih.
Wakaf tentunya berbeda dengan zakat yang mana penerima manfaat sudah ditetapkan dalam Al – Qur’an siapa yang berhak menerimanya. Namun, dalam wakaf tidak ada syarat atau ketentuan dari penerimanya.
Bentuk dari wakaf pun bermacam – macam sesuai dengan kehendak atau kesepakatan saat ikrar, atau sesuai dengan tujuan dari wakaf. Selain itu untuk membantu fakir miskin guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam wakaf, wakif bertindak sebagai pemilik kehendak siapa yang bakal menerima manfaat dari harta yang diwakafkan. Kehendak dari wakif tidak bisa diubah – ubah dan harus dilaksanakan karena ketetapanya bersifat mengikat.
Namun jika ada wakaf yang belum mempunyai mauquf ‘alaih maka pemilihanya bisa sesuai dengan keperluan fakir miskin atau kesejahteraan orang banyak.
Namun dengan kebebasan pemilihan mauquf ‘alaih ini membuat banyak spekulasi berbeda – beda. Oleh karena itu banyak yang membuat kreasi agar wakaf bisa lebih menarik dan bervariasi. Ada yang menawarkan mauquf ‘alaih dalam bentuk insentif guru ngaji, makam, masjid dan lain sebagainya.
Namun kadang ada juga yang menetapkan mauquf ‘alaih adalah wakif dengan memberikan sebagian keuntungan dari produk wakaf diserahkan kepasa wakif, dengan alasan produk dari wakaf mudah diterima dan untuk mempercepat penghimpunan wakaf.
Namun meskipun penetapan mauquf ‘alaih bermacam – macam dalam penentuanya terdapat beberapa batasan – batasan yaitu :
Mengenai pembahasan mauquf ‘alaih telah disebutkan dalam Pertaturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang – undang Wakaf pasal 30 ayat (1) Pernyataan wakif dituangkan dalam bentuk ikrar wakaf sesuai dengan jenis harta benda yang diwakafkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh nadzir, mauquf ‘alaih dan sekurang – kurangnya dua orang saksi.
Ayat (2) kehadiran nadzir dan mauquf ‘alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat dinyatakan dalam surat pernyataan nazir dan/atau mauquf ‘alaih.
Ayat (3) dalam hal ini mauquf ‘alaih adalah masyarakat luas (publik), maka kehadiran mauquf ‘alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak disyaratkan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa wakif tidak bisa menjadi mauquf ‘alaih. Demikian juga dengan anak keturunanya, bisa menerima wakaf namun dalam bentuk wakaf ahli (wakaf keluarga) yang mana peruntukanya untuk kesejahteraan kerabat dekat wakif.
Atau wakafnya dalam bentuk wakaf musytarak (wakaf gabungan) antara wakaf ahli dan wakaf khairi yang mana sebagian manfaatnya untuk kesejahteraan keluarga dan sebagian lagi untuk kesejahteraan umum.
Jadi kesimpulan dari pembahasan diatas bahwa wakif tidak bisa sekaligus menjadi mauquf ‘alaih, namun untuk keluarga atau ahli waris bisa dengan model wakaf ahli atau musytarak.