...
Jika Lalai Memperbanyak Amal

WAKAF MANDIRI - Banyak orang tidak merasa jika usianya telah bertambah. Seakan-akan waktu berlalu dengan tiba-tiba tanpa memberi peringatan terlebih dahulu. Setelah setahun berlalu, mereka buru-buru mengadakan evaluasi amal.

Ini adalah tanda kelalaian, panjang angan-angan dan bergantung dengan dunia seakan-akan tinggal di dunia selamanya. Siapa di antara kita yang tidak akan mati? Siapa di antara kita yang selalu sehat tanpa sakit, kuat tanpa lemah, muda tanpa tua?

Allah SWT berfirman, “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNya lah segala penentuan, dan hanya kepadaNya lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Qashash: 88)

Menunda evaluasi amal, keinginan bertaubat dan beramal saleh setelah genap satu tahun berlalu, adalah bukti lalai dan panjang angan-angan. Generasi terbaik umat ini sangat perhatian dengan berlalunya kedipan mata, menit, detik, siang dan malam. Mengkoreksi amal sepanjang waktu, dengan disertai bertaubat dan memperbanyak amal kebajikan yang bisa menghilangkan keburukan dan memutihkan lembar catatan amal.

Hidup adalah berjalannya menit dan detik, bukan berlalunya tahun sebagaimana pandangan kita. Mereka sering merenungkan perjalanan waktu, silih bergantinya jam dan betapa cepatnya umur berkurang. Mereka sangat menyadari hal ini. Mereka siap menghadapi bencana dan petaka yang datang silih berganti seiring datangnya sang waktu.

Mereka menyadari bahwa mereka sedang berlomba. Dalam lomba tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Sedangkan hasil akhir sebuah perlombaan tidak bisa direvisi atau diganggu gugat. Trofi perlombaan tersebut adalah bahagia selamanya atau sengsara selamanya.

“Wahai penduduk surga, kalian kekal. Tidak ada kematian. Wahai penduduk neraka, kalian kekal, tiada kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa indahnya orang yang beruntung dan betapa sialnya orang yang merugi. Manusia-manusia pilihan tersebut mengetahui bagaimana harus memfungsikan waktu untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kemuliaan bagi mereka di dunia dan kebahagiaan di akhirat nanti. Mereka habiskan waktu mereka untuk berzikir, bersyukur dan beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya.

Demikianlah perilaku mereka sebelum ajal tiba. Dengan itu mereka mendapatkan kemuliaan di dunia dan adanya rasa cinta yang tertanam dalam lubuk hati generasi sesudahnya. Sedangkan di akhirat, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang beramal sebaik-baiknya.

Mereka tiada, ahli maksiat juga tiada. Orang saleh meninggal, orang rusakpun meninggal. Orang yang gemar beribadah mati, orang yang lalai juga mati. Yang bersyukur ataupun tidak, semuanya direnggut oleh malaikat kematian. Yang gemar meneladani Nabi ataupun yang kecanduan bid’ah juga menelan pil pahit kematian. Siapakah yang beruntung di antara mereka dan siapakah yang merugi dari dua golongan tersebut?

Jika orang mengadakan evaluasi amal setiap hari, maka apa saja yang diamalkan terpampang jelas di hadapannya. Dia tahu betul apa saja amal buruk atau amal baik yang dia miliki. Dia pun lantas bisa bersyukur kepadaNya atas taufikNya untuk berbuat baik dan bisa segera bertaubat dari segala amal buruknya.

Namun jika evaluasi amal ditunda hingga genap satu tahun, maka bagaimana mungkin bisa mengingat semua amal keburukan yang sudah dilakukan sepanjang tahun. Setan membuatnya lupa. Panjang angan-angan menguasai dirinya. Nafsunya pun turut memperdaya. Di samping itu secara normal manusia suka melupakan dan menutup mata dari keburukan yang pernah dia lakukan.

Sehingga saat evaluasi, dia pun merasa biasa-biasa saja tanpa beban, disebabkan adanya kesalahan besar yang pernah dikerjakan. Pada akhirnya dia buka lembaran tahun berikutnya sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, lalai, ceroboh, meremehkan dan memperturutkan hawa nafsu.

Karenanya, jangan pernah membiarkan satu malam pun berlalu tanpa berpikir, merenung, evaluasi amal, memperbaharui taubat, dan memohon maaf, serta ampunanNya. Generasi emas umat ini tidak pernah menangisi dunia yang tidak bisa direngkuh, popularitas palsu dan jabatan yang hilang. Mereka hanya menyesali waktu yang berlalu tanpa amal saleh.

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Aku tidak pernah menyesali sesuatu sebagaimana penyesalannya disebabkan matahari sudah tenggelam yang berarti jatah hidupku berkurang namun amal kebaikanku tidak bertambah.”

Inilah buah dari keyakinan tentang cepatnya perjalanan hidup, habisnya umur tanpa disadari, dan pengetahuan tentang betapa manisnya keberuntungan dan betapa pahitnya kerugian. Oleh karena itu mereka selalu bergerak, meningkatkan diri, memacu prestasi. Mereka benar-benar sadar bahwa hasil akhir dari kecerobohan dalam mengatur hidup hanyalah penyesalan.

Betapa banyak hari dan malam yang berlalu tanpa disadari. Kapan kita akan sadar dari kelalaian ini? Kapan kita akan bangun dari tidur panjang untuk menyongsong akhirat dan mempertanggungjawabkan amal yang ada di pundak kita.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

Mereka berusaha sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas amal mereka. Meski demikian, mereka tidak menganggap diri mereka telah melakukan yang terbaik. Mereka tetap memandang diri mereka belum berbuat apa-apa. Karena itu mereka khawatir amal mereka ditolak dan tidak ada satupun yang Allah terima.

Ibnul Qayyim berkata, “Siapa saja yang merenungkan keadaan para sahabat tentu akan berkesimpulan bahwa mereka sangat sungguh-sungguh dalam beramal diiringi rasa takut yang begitu mendalam. Sedangkan kita memadukan antara sikap meremehkan amal dengan rasa aman dari siksa Allah.”