WAKAF MANDIRI - Salah satu pranata keagamaan Islam yang dapat dioptimalkan untuk kesejahteraan warga adalah wakaf. Wakaf adalah perbuatan hukum seorang pewakaf, lazim disebut wakif, untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan, baik sementara atau selamanya. Sesuai kepentingan guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Menariknya, harta benda wakaf ini kian berkembang. Jika dulu hanya berkutat pada wakaf tanah, kini sudah berkembang ke wakaf tunai seperti uang, logam mulia, dan saham. Perkembangan itulah yang harus di pahami wakif dan keluarganya, pihak pengelola wakaf, dan masyarakat umum yang ingin berwakaf. Supaya nantinya bisa meminimalisir permasalahan wakaf.
Potensi permasalahan wakaf bisa muncul jika syarat-syarat wakaf dilanggar. Semisal tidak ada ikrar wakaf. Ikrar wakaf bukan hanya harus dihadiri saksi yang memenuhi syarat, tetapi juga harus dituangkan dalam dokumen hukum bernama Akta Ikrar Wakaf.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri ATR No. 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf.
Dalam beleid ini ada beberapa yang diatur. Yakni,
Perluasan harta benda wakaf juga menimbulkan konsekuensi, ketika menyangkut tindakan hukum yang ditujukan kepada harta benda wakaf tersebut. Persoalan inilah yang harus dibawa kembali ke dalam ketentuan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Di sini ada sejumlah perbuatan hukum yang dilarang.
Pasal 40 UU Wakaf mengatur secara khusus perubahan status harta benda wakaf. Ada tujuh perbuatan hukum yang dilarang dilakukan. Yakni dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan lainnya.
Beberapa pengecualian diatur dalam Pasal 41 UU Wakaf dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Misalnya, perbuatan menukar harta benda wakaf dapat dikecualikan, jika harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan syariah.
Setidaknya ada dua syarat yang ditentukan jika terjadi penukaran harta benda wakaf. Pertama, penukaran hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Kedua, harta benda pengganti harus punya manfaat dan nilai lebih atau setidak-tidaknya sama dengan harta benda wakaf yang ditukar.
Pasal 67 UU Wakaf memuat ancaman pidana bagi siapapun yang melakukan perbuatan terlarang sebagaimana dimaksud Pasal 40 UU Wakaf. Tidak hanya mengancam warga, orang yang mengelola harta benda wakaf (nazhir) pun dapat dihukum jika melakukan perubahan peruntukan harta wakaf tanpa izin.