WAKAF MANDIRI - Suatu hari, setelah Nabi SAW berdakwah di kabilah Ibnu Abdi Ya Lail bin Abdi Kulal dan Beliau diusir. Beliau begitu berduka dan berjalan gontai, hingga tiba di daerah Qarni Ats Tsa’alib. Tiba-tiba Rasulullah SAW merasa ada awan yang menaunginya, sehingga Beliau segera menengadah ke langit.
Ternyata Malaikat Jibril menampakan dirinya dari balik awan dan segera menyapanya, dan berkata, “Sejatinya Allah telah mendengar tanggapan dan sikap kaummu terhadap seruan dakwahmu. Karena itu Allah mengutus Malaikat penunggu gunung untuk engkau perintahkan sesuka hatimu.”
Segera Malaikat penunggu gunung menyapa aku, dan berkata, “Wahai Muhammad! Allah telah mendengar tanggapan dan ucapan kaummu kepadamu, sedangkan aku adalah Malaikat yang ditugasi mengurusi gunung. Aku diutus untuk engkau perintahkan apa saja yang engkau suka. Bila engkau suka, niscaya aku akan timpakan dua gunung Akhsyabain kepada mereka.”
Mendapat penawaran ini, Nabi SAW tidak merendah diri dan tidak membalaskan perasaannya. Rasulullah menunjukkan sikap seorang yang memiliki jiwa besar. Beliau lebih memilih untuk memaafkan. Bahkan, Beliau membalas kejelekan mereka dengan kebaikan.
Beliau menjawab tawaran Malaikat Penunggu gunung dengan bersabda, “Tidak, bahkan Aku sangat berharap semoga Allah melahirkan dari mereka orang-orang yang akan beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan apapun.” (HR. Bukhari – Muslim)
Begitu besar jiwa Rasulullah SAW. Demikian juga ketika usai dari perang Uhud, Beliau terluka di wajah dan dahinya, beliau juga membuktikan kebesaran jiwanya. Sambil mengusap darah dari wajahnya, Beliau berdoa, “Ya Allah, ampunilah (jangan Engkau timpakan siksa yang membinasakan) kaumku, karena sejatinya mereka adalah orang-orang yang tidak tahu‘ (Muttafaqun alaih).”