...
Aturan Wakaf di Indonesia

WAKAF MANDIRI - Wakaf adalah penahanan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas dari campur tangan wakif atau lainnya. Dan hasilnya disalurkan untuk kebaikan semata-mata untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.

Sedangkan Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf, Pasal (1) mendefinisikan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya, atau untuk jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya, guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah.

Definisi menurut undang-undang ini telah mengakomodir berbagai macam harta benda wakaf, termasuk adalah wakaf uang. Demikian juga diakomudir tentang wakaf dalam jangka waktu tertentu. Meskipun wakaf seperti ini tidak banyak dibahas oleh para ulama fiqh salaf. Secara sepesifik, undang-undang tentang wakaf memuat bagian yang mengatur wakaf uang.

Di berbagai negara, harta yang dapat diwakafkan tidak terbatas pada benda tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak, termasuk uang. Penggunaan wakaf uang telah lama dikenal dalam pemerintahan Islam. Penggunaan wakaf uang telah ada semenjak zaman Pemerintahan Utsmaniyah. Penggunaan wakaf uang  juga dikenal pada masa kekhalifahan Ottoman.

Di Indonesia pada tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang. Yakni,

1. Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.

3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).

4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.

5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang disahkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 27 Oktober 2004, sudah diatur berbagai hal yang penting dalam pengembangan wakaf. Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.

Pada ayat (3) Pasal yang sama disebutkan, bahwa benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi. Meliputi uang; logam mulia; surat berharga; kendaraan; hak atas kekayaan intelektual; hak sewa; dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Dalam Undang-Undang Tentang Wakaf, wakaf uang juga diatur dalam bagian tersendiri. Dalam Pasal 28 UU tersebut disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak, berupa uang melalui lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) yang ditunjuk oleh Kementerian Agama.

Kemudian dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan pula, bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat (2)  Pasal yang sama dinyatakan, bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.

Sedangkan dalam ayat (3) Pasal yang sama diatur bahwa sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari’ah kepada wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.

Perbedaan spesifik tentang wakaf yang diatur pada Pasal 28 sampai Pasal 31 ialah wakaf uang harus disetor melalui Lembaga Keluangan Syariah (LKS) yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama RI. Dalam keputusan Menteri Agama RI telah menetapkan lima LKS penerima wakaf uang, yaitu BNI Syariah, Bank Mu’amalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah, dan Bank Jogya Syariah.

Wakaf uang harus dibuktikan dengan sertfikat. Menurut Peraturan Badan Wakaf Indonesia (nomor 01 tahun 2009), sertifikat dapat diberikan kepada wakif yang telah mewakafkan uangnya paling sedikit Rp1.000.000 (satu juta rupiah) dengan menyertakan asal usul uang dan identitas lengkap wakifnya.

Dalam Undang-undang Tentang Wakaf disebutkan perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia. Dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Tentang Wakaf disebutkan, bahwa dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.

Badan Wakaf Indonesia tersebut berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan (Pasal 48). Dalam Pasal 51 ayat (1) disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.

Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Dalam Pasal  47 ayat (2) Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf disebutkan, bahwa Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya. Adapun tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia disebutkan dalam Pasal 49 ayat (1).

Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:

a. melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf;

b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;

c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;

d. memberhentikan dan mengganti nazhir;

e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;

f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Adapun ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah, baik Pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu. Dalam Pasal 50 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.