
Jika Rasa Malu Sudah Tiada
WAKAF MANDIRI - Malu merupakan salah satu sifat terpuji, yang bisa mengendalikan orang yang memilikinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan.
Rasulullah bersabda, “Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya atau rasa malu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Iman itu terdiri dari 70 sekian atau 60 sekian cabang. Cabang iman yang paling utama adalah ucapan la ilaha illalloh. Sedangkan cabang iman yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari tempat berlalu lalang. Rasa malu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika, Nabi menjumpai seorang yang sedang mencela saudaranya karena dia sangat pemalu, Nabi lantas bersabda, “Biarkan dia karena rasa malu itu bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut penuturan Imam Ibnul Qoyyim, alhaya’ (rasa malu) diambil dari kata-kata hayat (kehidupan). Sehingga kekuatan rasa malu itu, sebanding lurus dengan sehat atau tidaknya hati seseorang.
Berkurangnya rasa malu merupakan pertanda dari matinya hati dan ruh orang tersebut. Semakin sehat suatu hati, maka akan makin sempurna rasa malunya. Hakikat rasa malu adalah, suatu akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang memiliki hak.
Rasa malu itu ada dua macam. Yakni, yang pertama Rasa Malu Kepada Allah. Artinya, seorang hamba merasa malu, jika Allah melihatnya sedang melakukan kemaksiatan dan menyelisihi perintah-Nya. Dan yang kedua, Rasa Malu Dengan Sesama Manusia.
Untuk rasa malu dengan kategori pertama, Nabi jelaskan dalam sabdanya, “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya”. “Kami sudah malu duhai Rasulullah”, jawab para sahabat. Nabi bersabda, “Bukan demikian namun yang dimaksud malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala, menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut, mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur. Siapa yang menginginkan akhirat harus meninggalkan kesenangan dunia. Siapa yang melakukan hal-hal tersebut maka dia telah merasa malu dengan Allah dengan sebenar-benarnya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits ini, Nabi menjelaskan bahwa tanda memiliki rasa malu kepada Allah adalah menjaga anggota badan agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah, mengingat kematian, tidak panjang angan-angan di dunia ini, dan tidak sibuk dengan kesenangan syahwat. Serta larut dalam gemerlap kehidupan dunia, sehingga lalai dari akhirat.
Rasa malu yang kedua adalah, malu dengan sesama manusia. Malu inilah yang mengekang seorang hamba untuk melakukan perbuatan yang tidak pantas. Dia merasa risih, jika ada orang lain yang mengetahui kekurangan yang dia miliki.
Rasa malu dengan sesama akan mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Sedangkan rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Allah dalam setiap kondisi dan keadaan. Baik ketika bersama banyak orang ataupun saat sendiri tanpa siapa-siapa menyertai.
Rasa malu kepada Allah adalah di antara bentuk penghambaan dan rasa takut kepada Allah. Rasa malu ini merupakan buah dari mengenal betul Allah, keagungan Allah. Serta menyadari bahwa Allah itu dekat dengan hamba-hambaNya, mengawasi perilaku mereka dan sangat paham dengan adanya mata-mata yang khianat, serta isi hati nurani.
Rasa malu kepada Allah adalah termasuk tanda iman yang tertinggi, bahkan merupakan derajat ihsan yang paling puncak. Nabi bersabda, “Ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan memandang Allah. Jika tidak bisa seakan memandang-Nya maka dengan meyakini bahwa Allah melihatnya.” (HR. Bukhari).
Orang yang memiliki rasa malu dengan sesama, tentu akan menjauhi segala sifat yang tercela dan berbagai tindak tanduk yang buruk. Karenanya orang tersebut tidak akan suka mencela, mengadu domba, menggunjing, berkata-kata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat dan keburukan.
Rasa takut kepada Allah mencegah kerusakan sisi batin seseorang. Sedangkan rasa malu dengan sesama, berfungsi menjaga sisi lahiriah agar tidak melakukan tindakan buruk dan akhlak yang tercela. Karena itu, orang yang tidak punya rasa malu itu seakan tidak memiliki iman.
Nabi bersabda, “Di antara perkataan para Nabi terdahulu yang masih diketahui banyak orang pada saat ini adalah jika engkau tidak lagi memiliki rasa malu maka berbuatlah sesuka hatimu.” (HR. Bukhari)
Maknanya, jika orang itu sudah tidak lagi memiliki rasa malu, maka dia akan berbagi perilaku buruk yang dia inginkan. Ini dikarenakan rasa malu yang merupakan faktor penghalang berbagai tindakan buruk, tidak lagi terdapat pada diri orang tersebut. Siapa yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu, akan tenggelam dalam berbagai perbuatan keji dan kemungkaran.
Nabi SAW bersabda, “Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” (HR. Hakim, Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas mengatakan, “Rasa malu dan iman itu satu ikatan. Jika dicabut salah satunya maka akan diikuti oleh yang lain.” (HR. Ibnu Abbas)
Hadits dan perkataan dua orang sahabat Nabi di atas menunjukkan, bahwa orang yang tidak lagi memiliki rasa malu itu tidak memiliki faktor pencegah untuk melakukan keburukan. Dia tidak akan sungkan-sungkan untuk melakukan yang haram dan sudah tidak takut dengan dosa. Lisannya juga tidak berat untuk mengucapkan kata-kata yang buruk.
Oleh karena itu di zaman ini, suatu zaman yang rasa malu sudah berkurang. Bahkan hilang bagi sebagian orang, kemungkaran merajalela, hal-hal yang memalukan dilakukan dengan terang-terangan. Bahkan keburukan dinilai sebagai sebuah kebaikan.

Menjaga Kepercayaan dengan Kejujuran

Wakaf di Zaman Nabi Muhammad SAW

Penolakan, Bukan Akhir Segalanya

Definisi Wakaf Produktif

Menjaga Lisan

Hukum Mengubah Aset Wakaf

Kunci Sukses Dalam Kehidupan Dunia

Melipatgandakan Rezeki Hingga 700 Kali

Gunakan Harta Untuk Bekal Dunia dan Akhirat

Besarnya Pahala Wakaf
- Menjaga Kepercayaan dengan Kejujuran
- Wakaf di Zaman Nabi Muhammad SAW
- Penolakan, Bukan Akhir Segalanya
- Definisi Wakaf Produktif
- Menjaga Lisan
- Hukum Mengubah Aset Wakaf
- Kunci Sukses Dalam Kehidupan Dunia
- Melipatgandakan Rezeki Hingga 700 Kali
- Gunakan Harta Untuk Bekal Dunia dan Akhirat
- Besarnya Pahala Wakaf