Filosofi Wakaf
WAKAF MANDIRI - Secara garis besar, syariat Islam meliputi dua aspek. Yakni ajaran murni yang merupakan hubungan antara manusia dengan Allah, yang disebut dengan ibadah. Seperti shalat dan puasa. Serta ajaran yang murni merupakan hubungan antara sesama manusia, atau hubungan sosial. Atau muamalah dalam arti luas, seperti perdagangan, keuangan dan pernikahan.
Dari kedua hal ini, terdapat pula ibadah yang berdimensi sosial, yakni zakat, infaq, sedekah dan wakaf. Dari ajaran tersebut, dalam fiqh klasik para ulama salaf membaginya pada empat bagian. Yaitu ibadah, munakahat (pernikahan), muamalat (perniagaan) dan jinayat (pidana).
Artinya, semua ajaran tersebut mengandung filosofi dan hikmah yang rasional (ma'qul al-ma'na atau ta'aqquli). Sebagai ibadah yang berdimensi sosial, wakaf mengandung filosofi dan hikmah yang besar bagi kehidupan manusia.
Wakaf secara bahasa bermakna berhenti, diam atau menahan. Sedangkan dari segi istilah, wakaf adalah usaha menahan hak milik atas suatu barang yang disedekahkan manfaatnya untuk kepentingan umum.
Berikut ini beberapa nilai filosofi wakaf. Yakni,
- Untuk sarana dan prasarana ibadah. Seperti wakaf untuk musholla, masjid, makam, dan sebagainya.
- Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Untuk pembiayaan operasional kegiatan sosial-keagamaan dan pendidikan. Seperti, pembangunan Universitas, pusat kajian dan riset, perpustakaan, Islamic Centre, dan sebagainya.
- Untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, berupa rumah sakit, beasiswa pendidikan, pusat bisnis, modal usaha, dan seterusnya.
Wakaf, merupakan bentuk amal ibadah yang nilainya akan terus mengalir hingga hari kiamat, kendati orang yang berwakaf sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Imam Nawawi dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, menjelaskan, yang dimaksud dengan sedekah jariyah itu adalah wakaf. Wakaf adalah menahan harta dan kemudian membagikan (memanfaatkan) hasilnya untuk kesejahteraan umat.
Senada dengan Imam Nawawi, pendapat ini juga didukung oleh Asy-Syaukani, Sayyid Sabiq, Imam Taqiyuddin dan Abu Bakr. Allah SWT berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah sesungguhnya Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imran: 92)
Allah SWT menjelaskan, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, sama dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir. Dan pada tiap-tiap butir akan tumbuh 100 biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Kuasa (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)
Dari segi keutamaannya, Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata, “Wakaf adalah sedekah yang paling mulia. Allah SWT menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi orang yang berwakaf. Sebab, sedekah berupa wakaf, nilai pahalanya akan terus mengalirkan kebaikan dan kemashlahatan.”
Bagi penerima wakaf (mauquf alaih), wakaf akan menebarkan kebaikan kepada pihak yang memperoleh hasil wakaf dan orang yang membutuhkan bantuan. Seperti fakir miskin, anak yatim, korban bencana, orang yang tidak punya usaha dan pekerjaan, dan orang yang berjihad di jalan Allah. Wakaf, juga memberi manfaat besar bagi kemajuan dunia ilmu pengetahuan. Seperti bantuan bagi para pengajar dan penuntut ilmu, serta berbagai pelayanan kemashlahatan umat yang lain.
Sedangkan bagi yang berwakaf (wakif), harta wakaf merupakan amal kebaikan yang tak akan ada habisnya, kendati dirinya sudah meninggal dunia. Harta wakaf tersebut akan tetap utuh nilainya sampai kapanpun, tak boleh berkurang.
Pada sisi lain, manfaat atau hasil pengelolaannya tak henti-hentinya dinikmati masyarakat. Dengan demikian, pahalanya akan terus mengalir bagi si wakif, walaupun ia sudah meninggalkan dunia. Inilah yang membedakan keutamaan wakaf, dibandingkan dengan ibadah lainnya yang sejenis, seperti zakat.
Mauquf 'Alaih dalam Konteks Wakaf: Pemahaman dan Aplikasinya
Mengenal Wakaf Melalui Bentuk Kerjasama Wakaf Mandiri dan Allianz Syariah
Mengenal Lebih Dalam Prinsip-prinsip Pokok Tata Kelola Wakaf atau Waqaf Core Prinsiple (WCP)
Berkah Berwakaf di Bulan Muharram
Harta Saat Gajian: Milik Kita Sepenuhnya atau Ada Hak Orang Lain?
Kisah Penerima Qurban di Zaman Nabi Muhammad SAW
Mendapat Keuntungan Lebih Dari Berpuasa
Sejarah Wakaf Pada Zaman Ummar bin Abdul Aziz
Wakaf di Bulan Dzulhijjah: Menuai Keberkahan di Hari-Hari Mulia
Memahami Peran Nazhir dalam Wakaf
- Wakaf Kantor Yatim Mandiri Cirebon: Langkah Baru untuk Masa Depan Adik Yatim
- MUNAS FWP III, Menguatkan Wakaf Nasional dengan Inovasi dan Kolaborasi Menuju Indonesia Emas 2045
- Mauquf 'Alaih dalam Konteks Wakaf: Pemahaman dan Aplikasinya
- Wakaf Mandiri Mengikuti Pelatihan Dan Sertifikasi Kompetensi BNSP Nazhir Wakaf bersama BWI
- Optimalisasi wakaf sosial untuk pendidikan dalam bentuk program bimbel (sanggar genius)
- Muharram Ceria 1446: Lomba Mewarnai dan Bernyanyi Meriahkan Acara Muharram Yatim Mandiri Sidoarjo
- Mengenal Wakaf Melalui Bentuk Kerjasama Wakaf Mandiri dan Allianz Syariah
- Peningkatan Profesionalisme Nazhir: Direktur Wakaf Mandiri Ikuti Kelas Investment Company
- Mengenal Lebih Dalam Prinsip-prinsip Pokok Tata Kelola Wakaf atau Waqaf Core Prinsiple (WCP)
- Berkah Berwakaf di Bulan Muharram